Biasanya saya menghabiskan pergantian hari tahun baru di rumah, di Purbalingga dengan ritual saat menjelang pergantian tahun, saya dan ibu saya akan naik ke lantai dua di rumah dan menikmati suguhan kembang api di langit kota dari balkon. Ya, hanya itu rutinitas pergantian tahun di setiap tahunnya, dan tanpa lelah dan bosan, Ibu selalu menemani saya untuk sekedar melihat kembang api walaupun sebelumnya Ibu sudah tertidur di ruang keluarga, tapi Ibu pasti terbangun beberapa menit sebelum pergantian tahun.
Tetapi tidak untuk tahun ini. Tahun Baru kali ini sangat mengesankan. Ini pertama kalinya saya merayakan tahun baru di Yogyakarta.Ini dikarenakan saya masih dalam minggu-minggu UAS, dan kebetulan Bapak ada tugas ke luar kota, jadi Ibu dan Dek Andre bisa main ke Jogja selama beberapa hari.
Nggak ada rencana pasti untuk menghabiskan malam tahun baru atau saat sebelum dan sesudah pergantian hari. Mengalir begitu saja tanpa rencana apapun. Hanya keluar dari kos untuk jalan-jalan ke lapangan Universitas atau berbelanja di supermarket dan street market Sunday Morning di UGM. Hanya iseng menghubungi Om yang ada di Solo untuk menjenguk kami di Jogja, dan malah menjadi kenyataan berakhir dengan menyusun rencana menghabiskan waktu di hari pertama tahun 2014 dengan mataron main ke pantai.
Malam 31 Desember 2013, yang biasanya hanya dihabiskan di rumah, dan niatan saya saya habiskan di kos saja, ternyata malah berakhir di parkiran pojok selatan kampus. Ada acara bebakaran yang karena hanya sedikit saja orangnya, ya, akhirnya saya datang untuk sekedar meramaikan, walaupun nggak sampai tengah malam. Dan jujur saja, ini pertama kalinya saya menghabiskan waktu bersama teman di penghujung akkhir tahun sebelum pergantian tahun baru. Dan menurut saya agak freak acaranya. Dimana kami menyiapkan jagung dan pembakarnya dan yang lain memainkan permainkan yang 'gila' menurut saya. Sebenarnya biasa saja, dan saya lupa apa nama permainannya, tetapi kalau sudah bercampur dengan hal-hal mesum dan menjijikan, itu menjadi freak, dan saya mengungsi membantu teman membakar jagung yang sama-sama freak juga. Kenapa? Karena ide cemerlang teman saya pada foto dibawah ini
Memang kejiwaan anak-anak mikro perlu dipertanyakan.. *sigh*
Uh-oh, tetapi tidak dengan saya. Absolutelly, I'm normal. Believe it!
Dan ya, saya tidak bertahan lama di sana, mungkin hanya sampai jam 10 (saya lupa). Well ya, anak perempuan keluyuran sedangkan ada orang tua di kos, anak macam apa saya kalau malam-malam begitu belum ada di rumah atau di kos.
Setelahnya, pukul 23.50, kami (saya, Ibu, Mas Agung, Dek Andre, dan Om (Mas) Endras) sudah nangkring dengan unyu di rooftop kos lantai empat. Ah, ya, FYI, kos saya itu kos campur, jadi saya bertetanggaan dengan kamar kakak laki-laki saya, but, alhamdulillah aman kok kosnya, isinya juga kebanyakan orang S2, bahkan sudah bapak-bapak. Perempuannya juga lumayan kok (lumayan berisik, rempong, dan ngeselin, hahaha...)
And guess what? Kembang apinya udah dinyalain sebelum pukul 00.00 bro~ itu kesannya mengurangi kekhidmatan pergantian tahun. Walaupun dari rooftop terlihat lautan kota Jogja, tapi dibandingkan dengan kota kecil tepat saya dibesarkan, Purbalingga, sungguh sangat disayangkan. Masih berkesan perayaan di Purbalingga, padahal jangkauan pemandangan langit di Purbalingga lebih sempit. Tapi di Jogja ini lebih hampa, padahal ada Ibu, seperti biasa, malah ditemani Mas Agung, Dek Andre, sama Om (Mas) Endras. Tapi nggak ada feelnya. Hambar. Dan sebenarnya saya sempat memfoto pemandangan malam kota Jogja saat pergantian tahun di rooftop, tapi entah bagaimana, tidak ada di hape, saya lupa, mungkin terhapus begitu saja karena jujur saja, hasil jepretannya juga kurang memuaskan. Banyak gelapnya. Hehehe...
Dan pada tanggal 1 Januari 2014, pagi-pagi (tidak terlalu) sekali, kami sudah siap-siap untuk maraton pantai kami. Niatnya sih hanya 2 pantai, tetapi ternyata kami endatangi 4 pantai di Gunung Kidul.
Kami mendatangi pantai Sepanjang - Krakal - Kukup - (dan saya lupa). Cuaca mendung dan hujan saat di perjalanan dan motor yang dibawa oleh Om saya -di mana saja digoncengkan- sempat oleng hampir saja jatuh. tetapi terbayarkan si dengan pemandangan yang kami dapatkan. Awal tiba di pantai memang masih gerimis, jadi kami sempatkan untuk berteduh sambil menyantap makan siang (yang terlalu cepat) kami. Lalu kami mendatangi 3 pantai lainnya hingga tak terasa sudah sore.










Dan sayangnya, walaupun begitu, kami tidak sempat menyaksikan sunset
yang karena cuaca mendung dan kembali gerimis, namun juga karena
terpaksa kami melanjutkan perjalanan pulang. Dan sudah sampai matahari
tenggelam, kami masih berada di jalan dalam keadaan basah (lumayan)
kuyup. Jadi, kami menyempatkan untuk makan malam di bukit bintang (yang
terkenal itu). Haha.. Ini bukan pertama kalinya saya ke sini, tapi mungkin karena efek family picnic
jadi kesannya sangat luar biasa, ditambah pemandangan lampu jalan kota
Jogja di bawah bukit serta telepon dari Bapak yang menghanyutkan
suasana.